TUGAS
INDIVIDU
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
“ JEJAK EKOLOGI “
Disusun
Oleh :
Sutrisari Sabrina Nainggolan
( NPM : 12.1310.111.21 )
Dosen
Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. H. Supli Effendi Rahim, M.Sc
PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
individu ini sebagai tugas
mata kuliah Etika dan Nilai Lingkungan, yang berjudul “Jejak Ekologi”.
Dengan terselesainya tugas ini saya
menyampaikan rasa terima kasih kepada
Dosen Mata Kuliah Etika dan
Nilai Lingkungan, yaitu Bapak Prof. Supli Effendi Rahim, yang telah memberikan ilmunya dalam perkuliahan. Penulis menyadari bahwa
tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan. Semoga tugas ini dapat berguna untuk
semua pihak. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
Palembang, Maret 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam dua
dasawarsa terakhir, Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa lingkungan hidup
mengalami kerusakan yang semakin parah. Bencana banjir, longsor, dan kekeringan
terjadi di berbagai daerah dengan intensitas yang cukup tinggi. Dalam tahun
2008, terjadi 197 kejadian banjir, 65 kejadian longsor, dan 22 kejadian banjir
dan longsor. Konversi lahan hutan menjadi perkebunan, pertanian, permukiman,
wisata dan pertambangan, yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip
keberlanjutan lingkungan, berpengaruh secara signifikan terhadap kerusakan
lingkungan tersebut. Dalam konteks daya dukung lahan, ketersediaan lahan di
beberapa pulau besar mengalami overshoot, yakni terlampauinya
ketersediaan lahan oleh kebutuhan. Kajian daya dukung lingkungan di beberapa provinsi
di Sumatera, mengindikasikan bahwa empat provinsi telah berstatus terlampaui.
Hal ini juga terjadi di Pulau Jawa. Ini adalah pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan kemampuan lahan (land capability). Lahan yang berada pada
area rawan longsor, seharusnya tidak dibuka untuk pertanian tanaman pangan –
tanpa intervensi teknologi secara tepat - atau pemanfaatan lain yang tidak
sesuai. Sebaliknya, beberapa daerah lereng curam di Jawa dan Sumatera diubah
fungsinya sebagai lahan pertanian. Akibatnya, terjadi kerusakan lahan yang
sangat sulit untuk direhabilitasi, apalagi dengan hilangnya lapisan tanah subur
akibat longsor. Kerusakan hutan dan lahan mengakibatkan dampak lebih luas
berupa perubahan iklim dan krisis pangan. Banjir dan longsor merusak lahan
pertanian dan menurunkan hasil panen yang merupakan sumber pangan masyarakat.
Dilihat dari aspek ekonomi, peningkatan pendapatan sesaat yang dihasilkan dari
pemanfaatan ruang yang tidak mengindahkan kondisi ekologis, justru berdampak
pada penurunan pendapatan di kemudian hari, karena produksi tidak berkelanjutan
setelah area pemanfaatan mengalami kerusakan. Hal lainnya, tekanan terhadap
ketersediaan air. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air. Pada saat yang sama, peningkatan
kegiatan seperti industri dan pertambangan juga berdampak pada kualitas air.
Lebih jauh, kualitas air dipengaruhi oleh kuantitasnya, karena menentukan
kemampuan purifikasi air dalam menerima beban limbah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi ketersediaan air adalah pemanfaatan ruang, terutama pada daerah
tangkapan air.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu
mengetahui jejak ekologi yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena dari jejak ekologi inilah kita dapat mengetahui, bahwa masing-masing
individu kita termasuk merusak alam lingkungan yang ada. Dengan kata lain,
manusialah penyebab efek global warming
yang terjadi saat ini.
1.2 Tujuan
Untuk menentukan berapa jejak ekologi (ecological
footprint) yang telah saya lakukan terhadap Tuhan kita, sesama
makhluk, juga kepada lingkungan fisik dan biotik.
BAB II
JEJAK EKOLOGIS (ECOLOGICAL FOOTPRINT)
2.1 Pengertian
Jejak Ekologis (Ecological Footprint)
Setiap makhluk, manusia, binatang atau tumbuhan,
merindukan kehidupan. Akan tetapi, tidak ada makhluk yang mampu memuaskan nafsu
kehidupannya tanpa membatasi kualitas kehidupan makhluk yang lain. Hal ini
berlaku terutama bagi manusia dengan nafsu atas kesejahteraan sosial,
kenikmatan, dan keuntungan material yang tidak dapat terpenuhi. Dalam hal ini
diadakan dua percobaan untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan tersebut, yaitu
kode etik lingkungan dan jejak ekologis (ecological
footprint).
Istilah jejak kaki atau footprint
telah dikenal secara umum dalam pengelolaan sumber daya alam di dunia
internasional sebagai metode perhitungan kuantitatif yang menunjukkan
pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Saat
ini telah dikenal tiga jenis footprint dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu 1) ecological footprint, 2) carbon footprint dan 3)
water footprint. Satuan dan sumber daya yang dianalisis secara spesifik
oleh masing-masing jenis footprint tersebut berbeda-beda.
Ecological Footprint (Jejak
Ekologis) adalah alat bantu untuk dapat kita pergunakan
dalam mengukur penggunaan sumber daya dan kemampuan menampung
limbah dari populasi manusia dihubungkan dengan kemampuan lahan, biasanya
dinyatakan dalam hektar. Jejak ekologi pada asasnya ialah kemampuan
sumber tanah dan air menyediakan sumber yang diperlukan oleh manusia (makanan,
minuman, tempat tinggal dan lain-lain) serta kemampuan untuk bumi untuk
menyerap semua bahan buangan manusia sesudah mereka menggunakannya. Dengan kata
lain sumber yang digunakan oleh manusia dibandingkan dengan kemampuan bumi
untuk menghasilkan semua bahan yang sudah digunakan. Konsep ini pada awalnya
dibangunkan oleh Profesor Willian Rees dari Universiti British Colombia pada
tahun 1992. Sebuah pendekatan yang
baru-baru ini populer dengan Ecological
Footprint menjadi alat ukur yang mengkaji tingkat konsumsi manusia dan
dampaknya terhadap lingkungan. Konsep "Jejak Ekologis" (Ecological Footprint) diperkenalkan
pada tahun 1990-an oleh William Rees dan Mathis Wackernagel (Wackernagel and Rees, 1996).
Ecological footprint
difokuskan untuk menghitung penggunaan lahan bioproduktif yang
digunakan untuk menyokong populasi dunia dan dinyatakan dalam satuan hektar.
Perhitungan carbon footprint dititikberatkan pada penghitungan
penggunaan energi yang dinyatakan dalam volume emisi karbondioksida (CO2)
menggunakan satuan ton. Water footprint adalah jenis footprint
yang terakhir. Footprint ini menghitung penggunaan air untuk menyokong
kehidupan manusia yang dinyatakan dalam satuan volume air (M3).
Konsep
ecological footprint (EF), atau jejak kaki ekologis, pertama kali
diperkenalkan oleh William Rees dan Martin Wackernagel pada tahun 1990-an.
Konsep ini pada dasarnya dikembangkan sebagai usaha pencarian indikator untuk
pembangunan berkelanjutan dan khususnya diharapkan dapat menjadi metode untuk
mengukur secara kuantitatif mengenai hubungan perlakuan manusia terhadap bumi dengan daya dukung
yang dimiliki oleh bumi itu sendiri. Konsep ini menegaskan bahwa hampir semua
tindakan dan perilaku hidup manusia, misalnya perilaku konsumsi dan
transportasi, akan membawa dampak ekologis atau dampak bagi
lingkungan. Pendekatan ecological footprint dapat digunakan untuk
mendidik masyarakat mengenai penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan
kemampuan daya dukung bumi untuk menyokong keberlanjutan hidup mereka.
Pendekatan ini dapat digunakan sebagai indikator keberlanjutan. Pendekatan ini
juga memberikan penjelasan mengenai dampak perilaku manusia terhadap lingkungan
dan dapat menghubungkannya dengan daya dukung bumi.
Jenis
analisis footprint yang kedua adalah Analisis carbon footprint (CF). Carbon
footprint adalah indikator mengenai dampak aktivitas manusia terhadap
iklim global yang dinyatakan dalam jumlah gas rumah kaca (GRK) yang diproduksi.
Carbon footprint secara konseptual menggambarkan kontribusi individu
atau negara terhadap pemanasan global. Carbon footprint dapat
menunjukkan total emisi karbondioksida (CO2) dan gas rumah kaca
lainnya yang diemisikan pada seluruh proses untuk menghasilkan produk atau jasa.
Jenis analisis footprint yang
terakhir adalah analisis water foootprint (WF). Water
footprint dikembangkan oleh Hoekstra pada tahun 2002. Water footprint
dapat merepresentasikan jumlah volume air tawar yang dibutuhkan untuk menjaga
keberlanjutan suatu populasi, seperti yang diungkapkan oleh Madrid et al
“The water footprint represents the freshwater volume required to sustain a
population” (Madrid et al., not dated). Hoekstra dan Chapagain
(2004) dalam laporan hasil penelitiannya mendefinisikan water footprint
individu, bisnis atau negara adalah total volume air tawar yang digunakan untuk
memproduksi makanan dan jasa yang dikonsumsi oleh individu, bisnis atau negara.
Nilai water footprint umumnya dinyatakan dalam satuan volume air yang
digunakan setiap tahunnya. Saat ini, water footprint telah
berkembang menjadi alat analisis yang digunakan untuk mengarahkan perumusan
kebijakan kearah isu-isu mengenai keamanan air dan penggunaan air yang
berkelanjutan di negara maju.
2.2 Indikator Jejak Ekologis (Ecological Footprint)
Kebebasan manusia untuk memilih dan tugas untuk
merawat dunia ini dengan penuh rasa tanggung jawab dan secara berkesinambungan
adalah dasar etika lingkungan. Selama agama-agama belum mampu atau enggan
memikul tanggung jawab etika lingkungan, maka etika lingkungan masih menjadi
tuntutan umum. Etika lingkungan dapat dituangkan dalam satu kalimat saja,
tetapi perekayasaannya amat berat. Memikirkan etika lingkungan secara mendalam,
misalnya pada contoh mobilitas, makin jelas bahwa arah yang telah kita tempuh
merupakan jalan buntu, kita harus mengubah pikiran.
Jejak ekologis mengukur kebutuhan bahan baku alam yang
digunakan oleh setiap bangsa dan setiap orang. Jejak ekologis menghitung
luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya energi yang tidak
terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan,
sandang, papan, serta mobilitas.
Jejak ekologis dari semua penduduk bumi pada saat ini
mencapai 2,2 hektar, sedangkan luas lahan subur di dunia mencapai 1,8 hektar
per orang. Hal ini berarti bahwa cara kehidupan masa kini telah melebihi
kemampuan bumi dan mengancam keberlanjutan kehidupan pada planet ini. Untuk mengukur jejak ekologis dibutuhkan
indikator-indikator seperti :
1. Berapa
luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semua makanan seperti
beras, sayuran, rempah-rempah, buah-buahan, tebu, teh, kopi, dan sebagainya;
2. Berapa
luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk peternakan seperti rumput, jagung,
kacang kedelai untuk menghasilkan daging, telur, kulit, dan sebagainya;
3. Berapa
luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menumbuhkan serat-serat seperti
kapok, linen, katun, murbai untuk menghasilkan pakaian dari kain linen, kain
katun, kain sutra, dan sebagainya;
4. Berapa
luas danau dan laut untuk menghasilkan ikan yang akan dimakan;
5. Berapa
luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun gedung dan jaringan infrastruktur
termasuk bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu alam, dan sebagainya;
serta
6. Berapa
luas hutan untuk menghasilkan kayu yang dibutuhkan dan hutan yang diperlukan
untuk mengikat CO2 yang terjadi oleh pembakaran minyak bumi dan gas.
Dengan perhatian atas jejak ekologis bumi, maka dapat
diperhatikan masalah sebagai berikut : jejak ekologis dari semua penduduk bumi
mencapai 2.2 ha, sedangkan luas lahan subur di dunia mencapai 1.8 ha per orang.
Bagaimana hal ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada
persoalan ini? Tentu saja, bumi ini hanya dalam jangka waktu terbatas dapat
dieksploitasi sebegitu banyak.
Dalam jangka waktu 1961-2001 penduduk dunia berkembang
dua kali lipat. Ketika penggunaan lahan untuk infrastruktur dan untuk pertanian
meningkat sedang, penggunaan lahan untuk energi meningkat tajam. Bagaimana hal
ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada persoalan ini? Di
bidang penggunaan lahan untuk menghasilkan pangan yang menunjukkan kenaikan
besar adalah padang rumput (karena kenaikan kebutuhan atas daging) serta
perikanan (masalah kelebihan penangkapan ikan telah mewujudkan hasil
penangkapan ikan yang turun dari tahun ke tahun dan banyak jenis ikan akan
punah).
Barang-barang konsumsi yang dihabiskan oleh manusia
ternyata ada yang melebihi cadangan bumi.
Hal ini merupakan kenyataan
yang tidak berkesinambungan dan tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
Perlu diperhatikan bahwa rantai pangan juga mengandung unsur energi yang tidak
kecil dan termasuk juga penggunaan lahan untuk infrastruktur dan pabrik bahan
pangan.
Di bidang kebutuhan energi air, energi nuklir, energi
kayu api, minyak dan gas bumi penggunaan energi fosil meningkat 17 kali lipat.
Bagaimana hal ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada
persoalan ini? Hal ini memperluas area hutan yang dibutuhkan untuk mengikat CO2
tersebut. CO2 yang diakibatkan oleh pembakaran minyak bumi dan gas
mempengaruhi luasnya hutan yang dibutuhkan untuk mengikat CO2
tersebut (untuk setiap kendaraan bermotor dibutuhkan rata-rata 5 m2 hutan).
Di sisi lain, hutan memproduksi oksigen yang menjadi dasar kehidupan. Setiap
pohon besar mampu memproduksi 4.580 kg O2/tahun (cukup untuk 4 orang
dewasa, atau menggerakkan mobil sedan sejauh 4.500 km = 2x Banyuwangi-Merak
pp).
Semakin besar kiraan
global hektar semakin besar jejak ekologi. Semakin besar jejak ekologi,
maksudnya sumber alam digunakan secara berleluasa tanpa perancangan yang baik.
Ini berlaku kerana permintaan terhadap sumber alam terlalu banyak mengatasi
kemampuan bumi untuk menghasilkan semula bahan yang sudah digunakan. Jadi jejak
ekologi merupakan konsep yang sangat berkait dengan pembangunan yang lestari
serta penerapan konsep kehidupan yang mesra alam. Pembangunan yang terancang
serta mementingkan konsep mesra alam menjadi petunjuk jejak ekologi yang
rendah. Setiap aspek akan diambil kira untuk membangunkan sektor ekonomi
seperti tenaga yang digunakan penggunaan ruang tanah, kesan akibat penggunaan
sumber alam tadi dan langkah penyesuaian atau pemeliharaan serta pemuliharaan
untuk mengekalkan keseimbangan ekologi demi generasi akan datang.
2.3 Perhitungan
Jejak Ekologi (Ecological Footprint)
Perhitungan jejak ekologi (ecological footprint) didasarkan pada enam asumsi dasar
(Wackernagel et al., 2002 in Wackernagel et al., 2008) yaitu :
1.
Sebagian
besar konsumsi sumber daya dan limbah yang dihasilkan manusia dapat dilacak
2.
Kebanyakan
aliran sumber daya alam dan limbah dapat dihitungh ke dalam area biologi
produktif untuk menelusuri alirannya. Sumber daya alam dan limbah yang tidak
dapat dihitung dikeluarkan dari penilaian, yang menjadikan hasil perhitungan
jejak ekologi ini di bawah keadaan yang sebenarnya.
3.
Dengan
pembobotan masing-masing daerah ke dalam proporsi produktifitas biologi yang
digunakan, area yang berbeda dapat dikonversi ke dalam satuan umum global
hektar, yaitu hektar dengan rata-rata produktifitas biologi dunia.
4.
Karena
satuan global hektar tunggal menyatakan satu jenis penggunaan, dan semua global
hektar pada satu tahun menyatakan jumlah produktifitas yang sama, maka global
hektar dapat dijumlahkan untuk mendapatkan indicator agregat jejak ekologi atau
daya dukung lingkungan.
5.
Permintaan
manusia, dinyatakan sebagai jejak ekologi, dapat secara langsung dibandingkan
dengan pasokan alam, daya dukung lingkungan, ketika keduanya sama-sama
dinyatakan dalam global hektar.
6.
Luas
area permintaan dapat melebihi luas area yang disediakan jika permintaan pada
ekosistem melebihi kapasitas regenerative ekosistem (misalnya, manusia menuntut
lebih dibandingkan daya dukung hutan, perikanan, dari ekosistem yang telah
tersedia). Situasi ini, dimana jejak ekologi melebih tersedia daya dukung
lingkungan, dikenal sebagai overshoot.
Dalam perhitungan jejak ekologi, daratan dan lautan
produktif digolongkan menjadi tujuh jenis type dasar:
1. Lahan
pertanian, adalah lahan yang paling produktif secara hayati dibandingkan dengan
semua jenis penggunaan lahan. Digunakan untuk menghasilkan semua produk
tanaman, tanaman sawit dan karet.
2. Lahan
penggembalaan, adalah padang rumput dan tanah dan pepohonan jarang yang
digunakan untuk menghasilkan pakan ternak.
3. Lahan
hutan, adalah hutan alami atau hutan tanam yang bisa menghasilkan produk kayu
bulat maupun kayu bakar.
4. Lahan
perikanan, merupakan daerah tangkapan komersil yang sekitar 300 km dari pantai
karena daerah pesisir merupakan daerah laut yang paling produktif.
5. Lahan
penyerap karbon, merupakan lahan hutan yang diperlukan untuk penyerapan emisi
karbon yang dihasilkan manusia.
6. Lahan
terbangun, adalah lahan yang dihitung berdasarkan luas tanah yang ditutupi oleh
infrastruktur, transportasi, perumahan, struktur industry dan waduk untuk
pembangkit tenaga listrik. Dengan asumsi bahawa apa yang dibangun akan
menempati lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian, kecuali kita
memiliki bukti spesifik bahwa asumsi ini tidak berlaku. Asumsi ini didasarkan
pada pengamatan bahwa pemukiman manusia yang umumnya terletak di daerah yang
sangat subur dengan potensi untuk menghasilkan lahan pertanian unggulan. Tanah
terbangun memiliki produktifitas secara hayati setara dengan jejak ekologi
karena keduanya menjelaskan perambahan lahan produktif secara hayati oleh
infrastruktur fisik.
7. Lahan
keanekaragaman hayato, adalah digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup
spesies selain manusia, yang besarnya 12 persen dari total lahan dunia.
Perhitungan jejak ekologi dibagi menjadi 3 tahap
utama. Jejak ekologi individu dihitung berdasarkan semua material biologi yang
dikonsumsi dan semua sampah biologi yang dihasilkan oleh tiap individu. Dan
untuk menghitung jejak ekologi suatu daerah diperoleh dengan cara menjumlahkan
jejak ekologi semua penduduk di daerah tersebut.
Tahap pertama adalah analisis konsumsi sumber daya
biotik (pangan) dengan cara menambahkan produksi dan impor lalu dikurangi
dengan ekspor. Alternatif lain dengan cara menggunakan data konsumsi penduduk
yang didapat secara primer. Jika diperlukan, penyesuaian dilakukan untuk
menghindari perhitungan dobel tipe lahan. Contoh, pakan ternak berupa
biji-bijian dimasukkan dalam perhitungan lahan pertanian tidak pada lahan
rumput penggembalaan. Perhitungan luas lahan yang dibutuhkan untuk konsumsi
pangan didapat dengan cara membagi jumlah pangan yang dikonsumsi per tahun
(ton) dengan produksi tipe lahan atau laut tertentu per tahun (ton per hektar)
dari tempat asal panen.
Langkah ke dua menentukan luas jejak ekologi dari
sampah yang dihasilkan. Dari perspektif jejak ekologi ada 3 kategori sampah dan
masing-masing kategori berbeda penanganannya dalam jejak ekologi.
Kategori pertama adalah sampah biologi seperti sisa
produk pertanian, produk hewan, produk ikan, kayu dan karbon dioksida yang
dihasilkan oleh kayu bakar dan pembakaran bahan bakar fosil sudah termasuk di
dalam secara implisit dalam jejak ekologi jika sampah ini dihasilkan di dalam
suatu proses biologi tertutup. Contoh, lahan penggembalaan sapi seluas 1 hektar
mampu menghasilkan produksi biomassa dan untuk menyerap sampah biologi yang
dihasilkan. Penyerapan sampah yang dihasilkan dari material biologi yang
dipanen tidak dihitung dalam jejak ekologi. Begitu pula dengan CO2 yang
dihasilkan oleh tumbuhan dan pernafasan manusia, karena sampah ini dihasilkan
dalam suatu proses proses biologi tertutup. Namun CO2 yang dihasilkan oleh
akibat pembakaran kayu bakar ataupun bahan bakar fosil dihitung karena sampah
ini dihasilkan oleh aktifitas non biologi manusia. Adapun lahan yang dibutuhkan
untuk menyerap sampah CO2 ini disebut dengan lahan penyerap karbon. Kemampuan
rata-rata hutan dalam penyerapan karbon dan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan
adalah data dasar yang dibutuhkan dalam perhitungan lahan penyerap karbon. Pada
perhitungan lahan penyerap karbon tingkat local, maka kemampuan rata-rata
penyerapan karbon hutan tergantung pada jenis ekosistem hutan local. Hutan
alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem
penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi,
dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak.
Kategori sampah yang ke dua adalah material yang
secara khusus dikirim pada suatu lahan. Jika lahan yang digunakan adalah lahan
produktif, maka jejak lahan ini dihitung sebagai lahan terbangun yang dipakai
sebagai tempat penyimpanan sampah jangka panjang. Contohnya adalah tempat
pembuangan sampah akhir (TPA).
Kategori sampah yang ketiga adalah polutan dan racun
yang tidak bisa diserap ataupun diuraikan oleh proses biologi seperti plastik
atau senyawa kimia. Karena jejak ekologi menghitung lahan produktif yang
digunakan untuk memproduksi materi atau menyerap sampah, materi seperti plastik
dan senyawa kimia tidak dihasilkan oleh proses biologi atau diserap oleh sistem
biologi, maka sampah jenis ini tidak terdefinisi dalam jejak ekologi. Sehingga
sampah ini tidak masuk dalam perhitungan jejak ekologi.
Tahap terakhir perhitungan adalah menjumlahkan jejak
ekologi ke dalam enam tipe lahan yang merupakan gambaran konsumsi per kapita.
Data per kapita yang dikalikan dengan jumlah penduduk suatu daerah
menggambarkan jejak ekologi daerah tersebut. Hasil ini kemudian dibandingkan
biokapasitas lahan yang ada.
2.4 Jejak
Ekologis dan Pengaruh Atas Pembangunan
Ketentuan bahwa 50% dari segala bahan yang diambil
dari bumi yang akan digunakan di bidang pembangunan harus dipertimbangkan
kembali. Dalam angka absolute, hal ini berarti bahwa pembangunan global
membutuhkan 600.000.000 m3 bahan baku setiap tahun dan dengan begitu
pengaruhnya atas jejak ekologis sangat berarti. Keadaan tersebut menunjukkan
betapa penting perhatian pada rantai bahan dan pelaksanaan manajemen bahan
bangunan. Selain eksploitasi bahan bangunan tersebut, perpindahan bahan itu
dari tempat semula ke tempat bangunan bisa juga sangat jauh dan dengan demikian
mencemari lingkungan dan memperluas jejak ekologisnya.
Tumbuhan sebagai makhluk tetap berada di tempat
pengolahan sampah dalam rangka kerja sama dengan organisme perombak sehingga
lingkungan hidupnya tetap terjaga. Lain halnya dengan makhluk yang dapat
berpindah-pindahh tempat, misalnya manusia. Ketidakperhatian pada rantai bahan
sebagai peredaran alam mengakibatkan penyakit menular dan merusak lingkungan
alam sekitar. Pengertian rantai bahan sebagai sistem linear, yaitu bahan alami
dieksploitasi/dipanen kemudian diolah, dimanfaatkan, dan akhirnya dibuang
sebagai sampah seharusnya diubah menjadi peredaran bahan yang makin lama makin
integral.
2.5 Implementasi
Penghitungan Jejak Ekologis
Kajian jejak ekologis telah diterapkan di
Indonesia oleh beberapa institusi, diantaranya yang baru saja selesai dilakukan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu pada setiap provinsi di pulau Sumatera,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan kepulauan Maluku. Tulisan ini tidak
dalam kapasitas untuk menganalisis dan menilai hasil penghitungan yang telah
dilakukan. Tetapi berdasarkan metode dan proses penghitungannya, selayaknya
hasil penghitungan tersebut menjadi masukan bagi perencanaan pembangunan, baik
kewilayahan (regional) maupun sektoral.
Sangat disadari
bahwa dalam penghitungan telapak ekologis banyak asumsi yang digunakan, antara
lain dalam mengkonversi berbagai jenis produksi hayati, dan dalam memaknai
berbagai jenis konsumsi. Selain itu, penghitungan telapak ekologis juga sangat
tergantung pada ketersediaan dan akurasi data. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap setiap tahap dan komponen penghitungan sangatlah penting dalam
pemaknaan hasil akhir penghitungan.
Terlepas dari
tujuan global penghitungan telapak ekologis, yaitu untuk pembandingan pola dan
tingkat produksi dan konsumsi antar negara, komponen penghitungan telapak
ekologis cukup menunjukkan bahwa banyak aspek pembangunan yang seharusnya bisa
mengacu kepada angka yang diperoleh dari setiap tahap penghitungan, tidak hanya
dari angka hasil akhir. Perbandingan kapasitas hayati antar masing-masing jenis
penggunaan lahan pada suatu wilayah; perbandingan antara kapasitas hayati (biocapacity)
dan telapak ekologis (ecological footprint) untuk masing-masing jenis
kapasitas hayati dan telapak ekologis pada suatu wilayah; perbandingan
kapasitas hayati dan telapak ekologis antar wilayah; serta ketergantungan
produksi hayati suatu wilayah dengan wilayah lain; merupakan contoh komponen
penghitungan yang selayaknya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Hal lain,
memahami bahwa kajian telapak ekologis didasarkan pada penghitungan data
statistik, akan sangat bermanfaat apabila kajian ini dipadukan dengan analisis
berdasarkan data spasial. Informasi spasial dan statistik akan saling
melengkapi serta menjadi acuan yang lebih baik dalam perencanaan pembangunan
wilayah. Selain itu, mengantisipasi berbagai dampak lingkungan yang
mengindikasikan ketidakberlanjutan, komponen lingkungan hidup lain kiranya
dapat diperhatikan pula dalam perencanaan pembangunan, seperti daya dukung air,
kemampuan lahan (land capability), dan kerentanan ekosistem.
Jejak ekologi adalah satu
sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi
manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang
dihasilkannya. (Wackernagel & Rees, 1996)
Lembar kerja berikut adalah perhitungan kasar
yg menunjukkan seberapa besar jejak ekologi anda dan bagaiman pilihan yg anda
buat menjadikan jejak ekologis anda menyusut atau meluas.
Seberapa
Besar Jejak Pribadiku
A.
Transportasi
1. Dengan apa anda bepergian hari ini?
a)
Berjalan…..0
b)
Bersepeda…..5
c)
Dengan Angkutan Umum….
2x 10
d)
Menumpang.....15
e)
Kendaraan Pribadi ….30
(Kalikan
setiap skor dengan berapa sering metode
tsb dipakai dalam
satu
hari dan kemudian di total.)
Nilaiku 2 x 30 = 60
Sub-Total: 60
B.
Penggunaan Air
1. Seberapa banyak air yang digunakan?
a) Tidak mandi….0
b) Mandi, 1-2 menit. ….5
c) Mandi,
3-6 menit.…2x 10
d) Mandi, 10 min …. 20
e) Mandi dengan air satu bath tub penuh….20
f) Mandi dengan air setengah bath tub….10
g) Mandi dengan air bekas orang lain….10
h) Menggosok gigi dg air kran tetap mengucur….5
i) Mencukur kumis/jenggot dengan air kran tetap
mengucur….5
Nilaiku
2 x 10
Sub-Total: 20
C.
Berpakaian
1. Saya
menggunakan pakaian lebih dari sekali sebelum di cuci?
a) Sering….0
b)
Kadang-kadang….1x 5
c) Tidak pernah….10
2. Saya menggunakan pakaian bekas (yg
diperbaiki)
a) iya….(-5) b)
tidak….0
3. Saya memperbaiki baju saya sendiri?
a) ya….(-5) b)
Tidak….0
3. 50% dari baju saya adalah baju turunan?
a) ya….(-5) b)
tidak….0
4. Saya membersihkan dan mengeringkan baju?
a) none….0
b) 1-5 lembar….10 c) lebih dari 6 lembar...... 20
Nilaiku
25
Sub-total: 25
D.
Rekreasi
Mengenali
permainan, olahraga, dan aktivitas dimana anda terlibat, pada hari biasa di
waktu senjang.
1.
Seberapa banyak peralatan yg diperlukan ?
a) tidak ada atau sedikit..0 b) beberapa….1x 10 c) cukup
banyak….20
2. Seberapa luas lahan yg dibutuhkan untuk
bermain di lapangan, dataran es, kolam renang, untuk memenuhi kebutuhan
rekreasi anda?
a) tidak ada atau sedikit….0 b)
sedang (<1 hektar) 1x 10 c) cukup besar (>hektar)…20
(Lihat
tabel konversi pada akhir kuis untuk bantuan)
3. Saya menghabiskan uang hari ini untuk belanja
(pakaian, baju, peralatan olahraga)?
a) Tidak
ada….0 b)$5…5 c)$10…10
c)$10+…1 pt. per dollar
Nilaiku
20
Sub-Total: 20
E.
Makanan
1. Berapa porsi daging yang dimakan sehari?
a) 0….0 b) 1 porsi….1x 10 c) 2 porsi….20 d) 3 porsi….30
2. Seberapa banyak makan bersisa di piring?
a)
tidak ada…1x 0 b)
sedikit….5 c) cukup banyak….10
3.
Saya mengkonsumsi campuran sisa sayur dan buah?
a) ya….0 b)
tidak….1x 10
4. Makanan yg saya makan adalah makanan lokal?
a) semuanya….0 b)
beberapa...1x 10 c) tidak ada….20
5. Makanan yg saya makan adalah produk organik?
a) semuanya….0
b) beberapa..1x 10 c) tidak
ada….20
6. Makanan yg dikonsumsi dibungkus
plastik/kertas?
a) Tidak….0
b) beberapa….1x 10
c)
Semuanya….20
Nilaiku
45
Sub-Total:
45
F.
Sampah
1.
Jika saya membuang seluruh sampah pd
hari ini, seberapa besar penampungan sampahnya?
a) peti kayu….30
b)
kotak sepatu….1x 20
c) secangkir….5
d) tidak ada sampah….0
Nilaiku
20
Sub-Total: 20
Add Sub-Totals of “A-F” for Total 1: 190
G.
Ruang Tinggal
1. Hitung dalam satuan meter persegi ruang
indoor yg diperlukah dlm keseharian.
Termasuk semua ruangan di rumah (termasuk garasi), sekolah (kantin, kelas),
kantor (ruang kantor pribadi, area kerja, toilet). Bagi luas total ruangn dg
jumlah orang di dalamnya.
Contoh:
Living Space Averages
Educ. Space/Per Student
Ave. Dorrm Space-25 sq m Classroom & Lab -30 sq m
Ave. Apt. space- 35 sq m Administration - 3 sq m
Other -
5 sq m
Add
up “a-d” for “Total Square Meters”.
(1
sq. meter = 10 sq. feet)
a)
“Home” sq. meters = 240
divided by # of people = 40 Sq
meters
b) School sq. meters = ________________
divided by # of people = ____________ Sq meters
c)
Office sq. meters = 100
divided by # of people = 2 Sq meters
d) other sq. meters = ________________
divided by # of people = ___________ Sq
meters
Nilaiku
42
Total 2: 42
TOTAL KESELURUHAN= (Total 1 + Total 2) X 3
( 190+42) X 3 = 232 x 3 = 696
Anda
telah menghitung total dari ‘tiga’ tipikal keseharian anda. Sekarang ubah total
keseluruhan tsb menjadi jejak ekologis pribadi anda, menggunakan rumus dibawah:
Total keseluruhan dibagi 100 = jejak ekologis
anda dalam satuan hektar
JEJAK EKOLOGIS PRIBADI = 6,96 HEKTAR
Conversion Table:
1
hectare = a square 100 meters on each side
(about
the size of the parking lot just outside this building)
1
hectare = 2.5 acres
640
acres = 1 sq. mile
1
sq. mile = 259 hectares
Warrensburg
occupies about 4 sq. miles.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap makhluk, manusia, binatang atau tumbuhan,
merindukan kehidupan. Akan tetapi, tidak ada makhluk yang mampu memuaskan nafsu
kehidupannya tanpa membatasi kualitas kehidupan makhluk yang lain. Jejak
ekologis menghitung luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya
energi yang tidak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi
kebutuhan atas pangan, sandang, papan, serta mobilitas.
Berdasarkan perhitungan jejak ekologis, maka saya
telah menyumbang sekitar 6,96 hektar selama satu tahun, mulai dari untuk
makan, papan, sandang, pendidikan, transportasi, dll. Dengan pemahaman terhadap
jejak ekologis jejak ekologis tersebut, bahwa saya sebagai manusia yang ada di
muka bumi ini telah menambah beban kepada bumi, saya belum beretika dengan
lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan, lingkungan dan sesama makhluk.
3.2 Saran
Setelah mengetahui jejak ekologi, kita dapat mendukung
keberlanjutan bumi ini dengan cara mengurangi kegiatan konsumsi kita pada
sumber daya yang ada sehingga mendukung lingkungan hidup,
sehingga dapat beretika terhadap lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan,
lingkungan dan sesama makhluk.
DAFTAR PUSTAKA
Fadli, Ade. 2007. Jejak Ekologi Yang Tak Pernah Lagi Di(per)hitung(kan).
http://timpakul.web.id/jejak-ekologi-yang-tak-pernah-lagi diperhitungkan.html (dikutip tanggal 2 Maret 2013)
Thorisyam,
Nizza. 2010. Apa itu Jejak Ekologi. http://
http://nganjukhijauku.blogspot.com/2012/12/apa-itu-jejak-ekologi.html
(dikutip tanggal 2 Maret 2013)
Utami,
Veronika. 2010. Seberapa Besar Jejak Ekologi Anda?. http://
http://nirmala.co/index.php/daftar-rubrik/feature/item/3696-bagaimana-mengukur-jejak-ekologi
(dikutip tanggal 2 Maret 2013)
Wackernagel,
Mathis dan Rees, William. 1996. Our Ecological Footprint: Reducing Human
Impact on The Earth. Canada: New Society Publishers.