Kamis, 28 Maret 2013

MAKALAH Q : JEJAK EKOLOGIS

TUGAS INDIVIDU
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
 JEJAK EKOLOGI


Disusun Oleh :
Sutrisari Sabrina Nainggolan
( NPM : 12.1310.111.21 )


Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. H. Supli Effendi Rahim, M.Sc


PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
                                                      TAHUN 2013




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas individu ini sebagai tugas mata kuliah Etika dan Nilai Lingkungan, yang berjudul “Jejak Ekologi.
            Dengan terselesainya tugas ini saya menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Etika dan Nilai Lingkungan, yaitu Bapak Prof. Supli Effendi Rahim, yang telah memberikan ilmunya dalam perkuliahan. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan. Semoga tugas ini dapat berguna untuk semua pihak. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
               

                                                                                                Palembang,       Maret 2013


                                                                                                                           Penulis

  
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam dua dasawarsa terakhir, Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa lingkungan hidup mengalami kerusakan yang semakin parah. Bencana banjir, longsor, dan kekeringan terjadi di berbagai daerah dengan intensitas yang cukup tinggi. Dalam tahun 2008, terjadi 197 kejadian banjir, 65 kejadian longsor, dan 22 kejadian banjir dan longsor. Konversi lahan hutan menjadi perkebunan, pertanian, permukiman, wisata dan pertambangan, yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan, berpengaruh secara signifikan terhadap kerusakan lingkungan tersebut. Dalam konteks daya dukung lahan, ketersediaan lahan di beberapa pulau besar mengalami overshoot, yakni terlampauinya ketersediaan lahan oleh kebutuhan. Kajian daya dukung lingkungan di beberapa provinsi di Sumatera, mengindikasikan bahwa empat provinsi telah berstatus terlampaui. Hal ini juga terjadi di Pulau Jawa. Ini adalah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan (land capability). Lahan yang berada pada area rawan longsor, seharusnya tidak dibuka untuk pertanian tanaman pangan – tanpa intervensi teknologi secara tepat - atau pemanfaatan lain yang tidak sesuai. Sebaliknya, beberapa daerah lereng curam di Jawa dan Sumatera diubah fungsinya sebagai lahan pertanian. Akibatnya, terjadi kerusakan lahan yang sangat sulit untuk direhabilitasi, apalagi dengan hilangnya lapisan tanah subur akibat longsor. Kerusakan hutan dan lahan mengakibatkan dampak lebih luas berupa perubahan iklim dan krisis pangan. Banjir dan longsor merusak lahan pertanian dan menurunkan hasil panen yang merupakan sumber pangan masyarakat. Dilihat dari aspek ekonomi, peningkatan pendapatan sesaat yang dihasilkan dari pemanfaatan ruang yang tidak mengindahkan kondisi ekologis, justru berdampak pada penurunan pendapatan di kemudian hari, karena produksi tidak berkelanjutan setelah area pemanfaatan mengalami kerusakan. Hal lainnya, tekanan terhadap ketersediaan air. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air. Pada saat yang sama, peningkatan kegiatan seperti industri dan pertambangan juga berdampak pada kualitas air. Lebih jauh, kualitas air dipengaruhi oleh kuantitasnya, karena menentukan kemampuan purifikasi air dalam menerima beban limbah. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan air adalah pemanfaatan ruang, terutama pada daerah tangkapan air.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu mengetahui jejak ekologi yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dari jejak ekologi inilah kita dapat mengetahui, bahwa masing-masing individu kita termasuk merusak alam lingkungan yang ada. Dengan kata lain, manusialah penyebab efek global warming yang terjadi saat ini.

1.2  Tujuan
Untuk menentukan berapa jejak ekologi (ecological footprint) yang telah saya lakukan terhadap Tuhan kita, sesama makhluk, juga kepada lingkungan fisik dan biotik.



BAB II
JEJAK EKOLOGIS (ECOLOGICAL FOOTPRINT)

2.1  Pengertian Jejak Ekologis (Ecological Footprint)
Setiap makhluk, manusia, binatang atau tumbuhan, merindukan kehidupan. Akan tetapi, tidak ada makhluk yang mampu memuaskan nafsu kehidupannya tanpa membatasi kualitas kehidupan makhluk yang lain. Hal ini berlaku terutama bagi manusia dengan nafsu atas kesejahteraan sosial, kenikmatan, dan keuntungan material yang tidak dapat terpenuhi. Dalam hal ini diadakan dua percobaan untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan tersebut, yaitu kode etik lingkungan dan jejak ekologis (ecological footprint).
Istilah jejak kaki atau footprint telah dikenal secara umum dalam pengelolaan sumber daya alam di dunia internasional sebagai metode perhitungan kuantitatif yang menunjukkan pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Saat ini telah dikenal tiga jenis footprint dalam kehidupan sehari-hari, yaitu 1) ecological footprint, 2) carbon footprint dan 3) water footprint. Satuan dan sumber daya yang dianalisis secara spesifik oleh masing-masing jenis footprint tersebut berbeda-beda.
Ecological Footprint (Jejak Ekologis) adalah alat bantu untuk dapat kita pergunakan dalam mengukur penggunaan sumber daya dan kemampuan menampung limbah dari populasi manusia dihubungkan dengan kemampuan lahan, biasanya dinyatakan dalam hektar. Jejak ekologi pada asasnya ialah kemampuan sumber tanah dan air menyediakan sumber yang diperlukan oleh manusia (makanan, minuman, tempat tinggal dan lain-lain) serta kemampuan untuk bumi untuk menyerap semua bahan buangan manusia sesudah mereka menggunakannya. Dengan kata lain sumber yang digunakan oleh manusia dibandingkan dengan kemampuan bumi untuk menghasilkan semua bahan yang sudah digunakan. Konsep ini pada awalnya dibangunkan oleh Profesor Willian Rees dari Universiti British Colombia pada tahun 1992. Sebuah pendekatan yang baru-baru ini populer dengan Ecological Footprint menjadi alat ukur yang mengkaji tingkat konsumsi manusia dan dampaknya terhadap lingkungan. Konsep "Jejak Ekologis" (Ecological Footprint) diperkenalkan pada tahun 1990-an oleh William Rees dan Mathis Wackernagel  (Wackernagel and Rees, 1996).
Ecological footprint difokuskan untuk menghitung penggunaan lahan bioproduktif yang digunakan untuk menyokong populasi dunia dan dinyatakan dalam satuan hektar. Perhitungan carbon footprint dititikberatkan pada penghitungan penggunaan energi yang dinyatakan dalam volume emisi karbondioksida (CO2) menggunakan satuan ton. Water footprint adalah jenis footprint yang terakhir. Footprint ini menghitung penggunaan air untuk menyokong kehidupan manusia yang dinyatakan dalam satuan volume air (M3).
Konsep ecological footprint (EF), atau jejak kaki ekologis, pertama kali diperkenalkan oleh William Rees dan Martin Wackernagel pada tahun 1990-an. Konsep ini pada dasarnya dikembangkan sebagai usaha pencarian indikator untuk pembangunan berkelanjutan dan khususnya diharapkan dapat menjadi metode untuk mengukur secara kuantitatif mengenai hubungan perlakuan manusia terhadap bumi dengan daya dukung yang dimiliki oleh bumi itu sendiri. Konsep ini menegaskan bahwa hampir semua tindakan dan perilaku hidup manusia, misalnya perilaku konsumsi dan transportasi, akan membawa dampak ekologis atau dampak bagi lingkungan. Pendekatan ecological footprint dapat digunakan untuk mendidik masyarakat mengenai penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan kemampuan daya dukung bumi untuk menyokong keberlanjutan hidup mereka. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai indikator keberlanjutan. Pendekatan ini juga memberikan penjelasan mengenai dampak perilaku manusia terhadap lingkungan dan dapat menghubungkannya dengan daya dukung bumi.
Jenis analisis footprint yang kedua adalah Analisis carbon footprint (CF). Carbon footprint adalah indikator mengenai dampak aktivitas manusia terhadap iklim global yang dinyatakan dalam jumlah gas rumah kaca (GRK) yang diproduksi. Carbon footprint secara konseptual menggambarkan kontribusi individu atau negara terhadap pemanasan global. Carbon footprint dapat menunjukkan total emisi karbondioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya yang diemisikan pada seluruh proses untuk menghasilkan produk atau jasa.
Jenis analisis footprint yang terakhir adalah analisis water foootprint (WF). Water footprint dikembangkan oleh Hoekstra pada tahun 2002. Water footprint dapat merepresentasikan jumlah volume air tawar yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan suatu populasi, seperti yang diungkapkan oleh Madrid et alThe water footprint represents the freshwater volume required to sustain a population” (Madrid et al., not dated). Hoekstra dan Chapagain (2004) dalam laporan hasil penelitiannya mendefinisikan water footprint individu, bisnis atau negara adalah total volume air tawar yang digunakan untuk memproduksi makanan dan jasa yang dikonsumsi oleh individu, bisnis atau negara. Nilai water footprint umumnya dinyatakan dalam satuan volume air yang digunakan setiap tahunnya. Saat ini, water footprint telah berkembang menjadi alat analisis yang digunakan untuk mengarahkan perumusan kebijakan kearah isu-isu mengenai keamanan air dan penggunaan air yang berkelanjutan di negara maju.

2.2  Indikator Jejak Ekologis (Ecological Footprint)
Kebebasan manusia untuk memilih dan tugas untuk merawat dunia ini dengan penuh rasa tanggung jawab dan secara berkesinambungan adalah dasar etika lingkungan. Selama agama-agama belum mampu atau enggan memikul tanggung jawab etika lingkungan, maka etika lingkungan masih menjadi tuntutan umum. Etika lingkungan dapat dituangkan dalam satu kalimat saja, tetapi perekayasaannya amat berat. Memikirkan etika lingkungan secara mendalam, misalnya pada contoh mobilitas, makin jelas bahwa arah yang telah kita tempuh merupakan jalan buntu, kita harus mengubah pikiran.
Jejak ekologis mengukur kebutuhan bahan baku alam yang digunakan oleh setiap bangsa dan setiap orang. Jejak ekologis menghitung luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya energi yang tidak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan, sandang, papan, serta mobilitas.
Jejak ekologis dari semua penduduk bumi pada saat ini mencapai 2,2 hektar, sedangkan luas lahan subur di dunia mencapai 1,8 hektar per orang. Hal ini berarti bahwa cara kehidupan masa kini telah melebihi kemampuan bumi dan mengancam keberlanjutan kehidupan pada planet ini.  Untuk mengukur jejak ekologis dibutuhkan indikator-indikator seperti :
1.  Berapa luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semua makanan seperti beras, sayuran, rempah-rempah, buah-buahan, tebu, teh, kopi, dan sebagainya;
2. Berapa luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk peternakan seperti rumput, jagung, kacang kedelai untuk menghasilkan daging, telur, kulit, dan sebagainya;
3.  Berapa luas lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menumbuhkan serat-serat seperti kapok, linen, katun, murbai untuk menghasilkan pakaian dari kain linen, kain katun, kain sutra, dan sebagainya;
4.  Berapa luas danau dan laut untuk menghasilkan ikan yang akan dimakan;
5. Berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun gedung dan jaringan infrastruktur termasuk bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu alam, dan sebagainya; serta
6. Berapa luas hutan untuk menghasilkan kayu yang dibutuhkan dan hutan yang diperlukan untuk mengikat CO2 yang terjadi oleh pembakaran minyak bumi dan gas.
Dengan perhatian atas jejak ekologis bumi, maka dapat diperhatikan masalah sebagai berikut : jejak ekologis dari semua penduduk bumi mencapai 2.2 ha, sedangkan luas lahan subur di dunia mencapai 1.8 ha per orang. Bagaimana hal ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada persoalan ini? Tentu saja, bumi ini hanya dalam jangka waktu terbatas dapat dieksploitasi sebegitu banyak.
Dalam jangka waktu 1961-2001 penduduk dunia berkembang dua kali lipat. Ketika penggunaan lahan untuk infrastruktur dan untuk pertanian meningkat sedang, penggunaan lahan untuk energi meningkat tajam. Bagaimana hal ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada persoalan ini? Di bidang penggunaan lahan untuk menghasilkan pangan yang menunjukkan kenaikan besar adalah padang rumput (karena kenaikan kebutuhan atas daging) serta perikanan (masalah kelebihan penangkapan ikan telah mewujudkan hasil penangkapan ikan yang turun dari tahun ke tahun dan banyak jenis ikan akan punah).
Barang-barang konsumsi yang dihabiskan oleh manusia ternyata ada yang melebihi cadangan bumi. Hal ini merupakan kenyataan yang tidak berkesinambungan dan tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Perlu diperhatikan bahwa rantai pangan juga mengandung unsur energi yang tidak kecil dan termasuk juga penggunaan lahan untuk infrastruktur dan pabrik bahan pangan.
Di bidang kebutuhan energi air, energi nuklir, energi kayu api, minyak dan gas bumi penggunaan energi fosil meningkat 17 kali lipat. Bagaimana hal ini dapat terjadi dan pemecahan apa yang dapat dilakukan pada persoalan ini? Hal ini memperluas area hutan yang dibutuhkan untuk mengikat CO2 tersebut. CO2 yang diakibatkan oleh pembakaran minyak bumi dan gas mempengaruhi luasnya hutan yang dibutuhkan untuk mengikat CO2 tersebut (untuk setiap kendaraan bermotor dibutuhkan rata-rata 5 m2 hutan). Di sisi lain, hutan memproduksi oksigen yang menjadi dasar kehidupan. Setiap pohon besar mampu memproduksi 4.580 kg O2/tahun (cukup untuk 4 orang dewasa, atau menggerakkan mobil sedan sejauh 4.500 km = 2x Banyuwangi-Merak pp).
Semakin besar kiraan global hektar semakin besar jejak ekologi. Semakin besar jejak ekologi, maksudnya sumber alam digunakan secara berleluasa tanpa perancangan yang baik. Ini berlaku kerana permintaan terhadap sumber alam terlalu banyak mengatasi kemampuan bumi untuk menghasilkan semula bahan yang sudah digunakan. Jadi jejak ekologi merupakan konsep yang sangat berkait dengan pembangunan yang lestari serta penerapan konsep kehidupan yang mesra alam. Pembangunan yang terancang serta mementingkan konsep mesra alam menjadi petunjuk jejak ekologi yang rendah. Setiap aspek akan diambil kira untuk membangunkan sektor ekonomi seperti tenaga yang digunakan penggunaan ruang tanah, kesan akibat penggunaan sumber alam tadi dan langkah penyesuaian atau pemeliharaan serta pemuliharaan untuk mengekalkan keseimbangan ekologi demi generasi akan datang.

2.3  Perhitungan Jejak Ekologi (Ecological Footprint)
Perhitungan jejak ekologi (ecological footprint) didasarkan pada enam asumsi dasar (Wackernagel et al., 2002 in Wackernagel et al., 2008) yaitu :
1.    Sebagian besar konsumsi sumber daya dan limbah yang dihasilkan manusia dapat dilacak
2.    Kebanyakan aliran sumber daya alam dan limbah dapat dihitungh ke dalam area biologi produktif untuk menelusuri alirannya. Sumber daya alam dan limbah yang tidak dapat dihitung dikeluarkan dari penilaian, yang menjadikan hasil perhitungan jejak ekologi ini di bawah keadaan yang sebenarnya.
3.    Dengan pembobotan masing-masing daerah ke dalam proporsi produktifitas biologi yang digunakan, area yang berbeda dapat dikonversi ke dalam satuan umum global hektar, yaitu hektar dengan rata-rata produktifitas biologi dunia.
4.    Karena satuan global hektar tunggal menyatakan satu jenis penggunaan, dan semua global hektar pada satu tahun menyatakan jumlah produktifitas yang sama, maka global hektar dapat dijumlahkan untuk mendapatkan indicator agregat jejak ekologi atau daya dukung lingkungan.
5.    Permintaan manusia, dinyatakan sebagai jejak ekologi, dapat secara langsung dibandingkan dengan pasokan alam, daya dukung lingkungan, ketika keduanya sama-sama dinyatakan dalam global hektar.
6.    Luas area permintaan dapat melebihi luas area yang disediakan jika permintaan pada ekosistem melebihi kapasitas regenerative ekosistem (misalnya, manusia menuntut lebih dibandingkan daya dukung hutan, perikanan, dari ekosistem yang telah tersedia). Situasi ini, dimana jejak ekologi melebih tersedia daya dukung lingkungan, dikenal sebagai overshoot.
Dalam perhitungan jejak ekologi, daratan dan lautan produktif digolongkan menjadi tujuh jenis type dasar:
1. Lahan pertanian, adalah lahan yang paling produktif secara hayati dibandingkan dengan semua jenis penggunaan lahan. Digunakan untuk menghasilkan semua produk tanaman, tanaman sawit dan karet.
2.  Lahan penggembalaan, adalah padang rumput dan tanah dan pepohonan jarang yang digunakan untuk menghasilkan pakan ternak.
3.  Lahan hutan, adalah hutan alami atau hutan tanam yang bisa menghasilkan produk kayu bulat maupun kayu bakar.
4.   Lahan perikanan, merupakan daerah tangkapan komersil yang sekitar 300 km dari pantai karena daerah pesisir merupakan daerah laut yang paling produktif.
5.  Lahan penyerap karbon, merupakan lahan hutan yang diperlukan untuk penyerapan emisi karbon yang dihasilkan manusia.
6. Lahan terbangun, adalah lahan yang dihitung berdasarkan luas tanah yang ditutupi oleh infrastruktur, transportasi, perumahan, struktur industry dan waduk untuk pembangkit tenaga listrik. Dengan asumsi bahawa apa yang dibangun akan menempati lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian, kecuali kita memiliki bukti spesifik bahwa asumsi ini tidak berlaku. Asumsi ini didasarkan pada pengamatan bahwa pemukiman manusia yang umumnya terletak di daerah yang sangat subur dengan potensi untuk menghasilkan lahan pertanian unggulan. Tanah terbangun memiliki produktifitas secara hayati setara dengan jejak ekologi karena keduanya menjelaskan perambahan lahan produktif secara hayati oleh infrastruktur fisik.
7. Lahan keanekaragaman hayato, adalah digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup spesies selain manusia, yang besarnya 12 persen dari total lahan dunia.
Perhitungan jejak ekologi dibagi menjadi 3 tahap utama. Jejak ekologi individu dihitung berdasarkan semua material biologi yang dikonsumsi dan semua sampah biologi yang dihasilkan oleh tiap individu. Dan untuk menghitung jejak ekologi suatu daerah diperoleh dengan cara menjumlahkan jejak ekologi semua penduduk di daerah tersebut.
Tahap pertama adalah analisis konsumsi sumber daya biotik (pangan) dengan cara menambahkan produksi dan impor lalu dikurangi dengan ekspor. Alternatif lain dengan cara menggunakan data konsumsi penduduk yang didapat secara primer. Jika diperlukan, penyesuaian dilakukan untuk menghindari perhitungan dobel tipe lahan. Contoh, pakan ternak berupa biji-bijian dimasukkan dalam perhitungan lahan pertanian tidak pada lahan rumput penggembalaan. Perhitungan luas lahan yang dibutuhkan untuk konsumsi pangan didapat dengan cara membagi jumlah pangan yang dikonsumsi per tahun (ton) dengan produksi tipe lahan atau laut tertentu per tahun (ton per hektar) dari tempat asal panen.
Langkah ke dua menentukan luas jejak ekologi dari sampah yang dihasilkan. Dari perspektif jejak ekologi ada 3 kategori sampah dan masing-masing kategori berbeda penanganannya dalam jejak ekologi.
Kategori pertama adalah sampah biologi seperti sisa produk pertanian, produk hewan, produk ikan, kayu dan karbon dioksida yang dihasilkan oleh kayu bakar dan pembakaran bahan bakar fosil sudah termasuk di dalam secara implisit dalam jejak ekologi jika sampah ini dihasilkan di dalam suatu proses biologi tertutup. Contoh, lahan penggembalaan sapi seluas 1 hektar mampu menghasilkan produksi biomassa dan untuk menyerap sampah biologi yang dihasilkan. Penyerapan sampah yang dihasilkan dari material biologi yang dipanen tidak dihitung dalam jejak ekologi. Begitu pula dengan CO2 yang dihasilkan oleh tumbuhan dan pernafasan manusia, karena sampah ini dihasilkan dalam suatu proses proses biologi tertutup. Namun CO2 yang dihasilkan oleh akibat pembakaran kayu bakar ataupun bahan bakar fosil dihitung karena sampah ini dihasilkan oleh aktifitas non biologi manusia. Adapun lahan yang dibutuhkan untuk menyerap sampah CO2 ini disebut dengan lahan penyerap karbon. Kemampuan rata-rata hutan dalam penyerapan karbon dan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan adalah data dasar yang dibutuhkan dalam perhitungan lahan penyerap karbon. Pada perhitungan lahan penyerap karbon tingkat local, maka kemampuan rata-rata penyerapan karbon hutan tergantung pada jenis ekosistem hutan local. Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak.
Kategori sampah yang ke dua adalah material yang secara khusus dikirim pada suatu lahan. Jika lahan yang digunakan adalah lahan produktif, maka jejak lahan ini dihitung sebagai lahan terbangun yang dipakai sebagai tempat penyimpanan sampah jangka panjang. Contohnya adalah tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Kategori sampah yang ketiga adalah polutan dan racun yang tidak bisa diserap ataupun diuraikan oleh proses biologi seperti plastik atau senyawa kimia. Karena jejak ekologi menghitung lahan produktif yang digunakan untuk memproduksi materi atau menyerap sampah, materi seperti plastik dan senyawa kimia tidak dihasilkan oleh proses biologi atau diserap oleh sistem biologi, maka sampah jenis ini tidak terdefinisi dalam jejak ekologi. Sehingga sampah ini tidak masuk dalam perhitungan jejak ekologi.
Tahap terakhir perhitungan adalah menjumlahkan jejak ekologi ke dalam enam tipe lahan yang merupakan gambaran konsumsi per kapita. Data per kapita yang dikalikan dengan jumlah penduduk suatu daerah menggambarkan jejak ekologi daerah tersebut. Hasil ini kemudian dibandingkan biokapasitas lahan yang ada.

2.4  Jejak Ekologis dan Pengaruh Atas Pembangunan
Ketentuan bahwa 50% dari segala bahan yang diambil dari bumi yang akan digunakan di bidang pembangunan harus dipertimbangkan kembali. Dalam angka absolute, hal ini berarti bahwa pembangunan global membutuhkan 600.000.000 m3 bahan baku setiap tahun dan dengan begitu pengaruhnya atas jejak ekologis sangat berarti. Keadaan tersebut menunjukkan betapa penting perhatian pada rantai bahan dan pelaksanaan manajemen bahan bangunan. Selain eksploitasi bahan bangunan tersebut, perpindahan bahan itu dari tempat semula ke tempat bangunan bisa juga sangat jauh dan dengan demikian mencemari lingkungan dan memperluas jejak ekologisnya.
Tumbuhan sebagai makhluk tetap berada di tempat pengolahan sampah dalam rangka kerja sama dengan organisme perombak sehingga lingkungan hidupnya tetap terjaga. Lain halnya dengan makhluk yang dapat berpindah-pindahh tempat, misalnya manusia. Ketidakperhatian pada rantai bahan sebagai peredaran alam mengakibatkan penyakit menular dan merusak lingkungan alam sekitar. Pengertian rantai bahan sebagai sistem linear, yaitu bahan alami dieksploitasi/dipanen kemudian diolah, dimanfaatkan, dan akhirnya dibuang sebagai sampah seharusnya diubah menjadi peredaran bahan yang makin lama makin integral.

2.5  Implementasi Penghitungan Jejak Ekologis
Kajian jejak ekologis telah diterapkan di Indonesia oleh beberapa institusi, diantaranya yang baru saja selesai dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu pada setiap provinsi di pulau Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan kepulauan Maluku. Tulisan ini tidak dalam kapasitas untuk menganalisis dan menilai hasil penghitungan yang telah dilakukan. Tetapi berdasarkan metode dan proses penghitungannya, selayaknya hasil penghitungan tersebut menjadi masukan bagi perencanaan pembangunan, baik kewilayahan (regional) maupun sektoral.
Sangat disadari bahwa dalam penghitungan telapak ekologis banyak asumsi yang digunakan, antara lain dalam mengkonversi berbagai jenis produksi hayati, dan dalam memaknai berbagai jenis konsumsi. Selain itu, penghitungan telapak ekologis juga sangat tergantung pada ketersediaan dan akurasi data. Oleh karena itu, pemahaman terhadap setiap tahap dan komponen penghitungan sangatlah penting dalam pemaknaan hasil akhir penghitungan.
Terlepas dari tujuan global penghitungan telapak ekologis, yaitu untuk pembandingan pola dan tingkat produksi dan konsumsi antar negara, komponen penghitungan telapak ekologis cukup menunjukkan bahwa banyak aspek pembangunan yang seharusnya bisa mengacu kepada angka yang diperoleh dari setiap tahap penghitungan, tidak hanya dari angka hasil akhir. Perbandingan kapasitas hayati antar masing-masing jenis penggunaan lahan pada suatu wilayah; perbandingan antara kapasitas hayati (biocapacity) dan telapak ekologis (ecological footprint) untuk masing-masing jenis kapasitas hayati dan telapak ekologis pada suatu wilayah; perbandingan kapasitas hayati dan telapak ekologis antar wilayah; serta ketergantungan produksi hayati suatu wilayah dengan wilayah lain; merupakan contoh komponen penghitungan yang selayaknya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Hal lain, memahami bahwa kajian telapak ekologis didasarkan pada penghitungan data statistik, akan sangat bermanfaat apabila kajian ini dipadukan dengan analisis berdasarkan data spasial. Informasi spasial dan statistik akan saling melengkapi serta menjadi acuan yang lebih baik dalam perencanaan pembangunan wilayah. Selain itu, mengantisipasi berbagai dampak lingkungan yang mengindikasikan ketidakberlanjutan, komponen lingkungan hidup lain kiranya dapat diperhatikan pula dalam perencanaan pembangunan, seperti daya dukung air, kemampuan lahan (land capability), dan kerentanan ekosistem.


Jejak ekologi adalah satu sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang dihasilkannya. (Wackernagel & Rees, 1996)
Lembar kerja berikut adalah perhitungan kasar yg menunjukkan seberapa besar jejak ekologi anda dan bagaiman pilihan yg anda buat menjadikan jejak ekologis anda menyusut atau meluas.

Seberapa Besar Jejak Pribadiku

A.  Transportasi
1.  Dengan apa anda bepergian hari ini?
a) Berjalan…..0
b) Bersepeda…..5
c) Dengan Angkutan Umum…. 2x 10
d) Menumpang.....15
e) Kendaraan Pribadi ….30
(Kalikan setiap skor dengan berapa sering metode  tsb dipakai dalam
satu hari dan kemudian di total.)
Nilaiku 2 x 30 = 60
Sub-Total: 60

B.  Penggunaan Air
1.  Seberapa banyak air yang digunakan?
a)  Tidak mandi….0
b)  Mandi, 1-2 menit. ….5
c)  Mandi, 3-6 menit.…2x 10
d)  Mandi, 10 min ….   20
e)  Mandi dengan air satu bath tub penuh….20
f)  Mandi dengan air setengah bath tub….10
g)  Mandi dengan air bekas orang lain….10
h)  Menggosok gigi dg air kran tetap mengucur….5
i)  Mencukur kumis/jenggot dengan air kran tetap mengucur….5
Nilaiku 2 x 10
Sub-Total: 20

C.  Berpakaian
 1.  Saya menggunakan pakaian lebih dari sekali sebelum di cuci?
a)  Sering….0
b)  Kadang-kadang….1x  5
c)  Tidak pernah….10
2.  Saya menggunakan pakaian bekas (yg diperbaiki)
a)  iya….(-5)            b)  tidak….0
3.  Saya memperbaiki baju saya sendiri?
a)  ya….(-5)             b)  Tidak….0
3.  50% dari baju saya adalah baju turunan?
a)  ya….(-5)             b)  tidak….0
4.  Saya membersihkan dan mengeringkan baju?
a)  none….0   b)  1-5 lembar….10 c) lebih dari 6 lembar...... 20
Nilaiku 25
Sub-total: ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­25

D.  Rekreasi
Mengenali permainan, olahraga, dan aktivitas dimana anda terlibat, pada hari biasa di waktu senjang.
1. Seberapa banyak peralatan yg diperlukan ?
a)  tidak ada atau sedikit.. b)  beberapa….1x 10    c)  cukup banyak….20
2.  Seberapa luas lahan yg dibutuhkan untuk bermain di lapangan, dataran es, kolam renang, untuk memenuhi kebutuhan rekreasi anda?
a)  tidak ada atau sedikit….0   b) sedang (<1 hektar) 1x  10   c) cukup besar (>hektar)…20
(Lihat tabel konversi pada akhir kuis untuk bantuan)
3.  Saya menghabiskan uang hari ini untuk belanja (pakaian, baju, peralatan olahraga)?
a)  Tidak ada….0   b)$5…5    c)$10…10   c)$10+…1 pt. per dollar
Nilaiku 20
Sub-Total: 20

E.  Makanan
1.  Berapa porsi daging yang dimakan sehari?
a)  0….0   b) 1 porsi….1x 10   c) 2 porsi….20   d) 3 porsi….30
2.  Seberapa banyak makan bersisa di piring?
a) tidak ada…1x  0    b) sedikit….5    c) cukup banyak….10
3. Saya mengkonsumsi campuran sisa sayur dan buah?
a)  ya….0                 b)  tidak….1x  10
4.  Makanan yg saya makan adalah makanan lokal?
a)  semuanya….0                     b)  beberapa...1x  10                 c) tidak ada….20
5.  Makanan yg saya makan adalah produk organik?
a)  semuanya….0     b)  beberapa..1x 10                  c) tidak ada….20
6.  Makanan yg dikonsumsi dibungkus plastik/kertas?
a)  Tidak….0            b) beberapa….1x 10                
c) Semuanya….20
Nilaiku 45
Sub-Total:  45

F.  Sampah
1. Jika saya membuang seluruh sampah  pd hari ini, seberapa besar penampungan sampahnya?
a)  peti kayu….30
b)  kotak sepatu….1x 20
c)  secangkir….5
d)  tidak ada sampah….0
Nilaiku 20
Sub-Total: ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­20
Add Sub-Totals of “A-F” for Total 1: 190

G.  Ruang Tinggal
1.  Hitung dalam satuan meter persegi ruang indoor yg  diperlukah dlm keseharian. Termasuk semua ruangan di rumah (termasuk garasi), sekolah (kantin, kelas), kantor (ruang kantor pribadi, area kerja, toilet). Bagi luas total ruangn dg jumlah orang di dalamnya.
Contoh:
Living Space Averages         Educ. Space/Per Student
Ave. Dorrm Space-25 sq m  Classroom & Lab -30 sq m
Ave. Apt. space- 35 sq m     Administration    -   3 sq m
                                           Other         -   5 sq m
Add up “a-d” for “Total Square Meters”.
(1 sq. meter = 10 sq. feet)
a)  “Home” sq. meters = 240
      divided by # of people = 40                                Sq meters
b)  School sq. meters = ________________
      divided by # of people = ____________  Sq meters
c)  Office sq. meters = 100
      divided by # of people =  2                                    Sq meters
d)  other sq. meters = ________________
      divided by # of people = ___________   Sq meters
Nilaiku 42
Total 2: 42

TOTAL KESELURUHAN= (Total 1 + Total 2)  X  3
 ( 190+42)  X  3 = 232 x  3 = 696

Anda telah menghitung total dari ‘tiga’ tipikal keseharian anda. Sekarang ubah total keseluruhan tsb menjadi jejak ekologis pribadi anda, menggunakan rumus dibawah:
Total keseluruhan dibagi 100 = jejak ekologis anda dalam satuan hektar

JEJAK EKOLOGIS PRIBADI  = 6,96  HEKTAR

Conversion Table:
1 hectare = a square 100 meters on each side
(about the size of the parking lot just outside this building)
1 hectare = 2.5 acres
640 acres = 1 sq. mile
1 sq. mile = 259 hectares
Warrensburg occupies about 4 sq. miles.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Setiap makhluk, manusia, binatang atau tumbuhan, merindukan kehidupan. Akan tetapi, tidak ada makhluk yang mampu memuaskan nafsu kehidupannya tanpa membatasi kualitas kehidupan makhluk yang lain. Jejak ekologis menghitung luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya energi yang tidak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan, sandang, papan, serta mobilitas.
Berdasarkan perhitungan jejak ekologis, maka saya telah menyumbang sekitar 6,96 hektar selama satu tahun, mulai dari untuk makan, papan, sandang, pendidikan, transportasi, dll. Dengan pemahaman terhadap jejak ekologis jejak ekologis tersebut, bahwa saya sebagai manusia yang ada di muka bumi ini telah menambah beban kepada bumi, saya belum beretika dengan lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan, lingkungan dan sesama makhluk.

3.2  Saran
Setelah mengetahui jejak ekologi, kita dapat mendukung keberlanjutan bumi ini dengan cara mengurangi kegiatan konsumsi kita pada sumber daya yang ada sehingga mendukung lingkungan hidup, sehingga dapat beretika terhadap lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan, lingkungan dan sesama makhluk.




DAFTAR PUSTAKA

Fadli, Ade. 2007. Jejak Ekologi Yang Tak Pernah Lagi Di(per)hitung(kan). http://timpakul.web.id/jejak-ekologi-yang-tak-pernah-lagi diperhitungkan.html (dikutip tanggal 2 Maret 2013)

Thorisyam, Nizza. 2010. Apa itu Jejak Ekologi. http:// http://nganjukhijauku.blogspot.com/2012/12/apa-itu-jejak-ekologi.html (dikutip tanggal 2 Maret 2013)

Utami, Veronika. 2010. Seberapa Besar Jejak Ekologi Anda?. http:// http://nirmala.co/index.php/daftar-rubrik/feature/item/3696-bagaimana-mengukur-jejak-ekologi (dikutip tanggal 2 Maret 2013)

Wackernagel, Mathis dan Rees, William. 1996. Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on The Earth. Canada: New Society Publishers.